Hujan di Bulan Desember…

Ada sesuatu dalam hujan untuk dinikmati, romantisme suara rintik hujan yang turun membasahi tanah terus menerus dan suasana sendu, sepi, dan hangat saat melihat keluar. Memaksa pikiran untuk mengingat hal-hal yang sudah hampir dilupakan.

Mungkin perasaan seperti itu muncul dari rasa gelisah menemukan tempat berteduh dijalan, melihat jatuhan air ditanah yang terus menerus, diam sendiri dibalik kacamata yang menguap, dan pengharapan melihat pelangi selesai hujan yang bercampur jadi satu. Ya, hujan menghadirkan percampuran itu semua; gelisah, diam, dan pengharapan.
Dan di bulan Desember, hampir setiap sore turun hujan.
Banyak hal yang sering hanya ada saat hujan. Menyeka kaca helm yang basah saat masih dijalan, walau tau setiap diseka, akan tetap kena air hujan, lagi dan lagi. Pengulangan yang sudah kita tau hasilnya: sia-sia. Menyetel musik, lalu bernyanyi dan berteriak tanpa takut akan ada orang yang emosi. Karena suara hujan lebih keras. Seperti dibungkam, saya suka dibungkam seperti ini, dibungkam tanpa maksud oleh suara hujan. Ya, itu sering saya alami di bulan Desember.
Dan dibulan desember, di setiap liburan di bulan desember saat masih kecil nggak pernah melewatkan main hujan-hujanan di luar. Bermain bola saat hujan, berlari-larian. Mengecap rasa asin dibibir saat hujan, membiarkan tubuh di jatuhi butiran air yang kadang terasa seperti kerikil. Berlari, berteriak di bawah hujan bersama teman-teman, membayangkan di tempat lain juga seperti ini. Menghirup bau tanah saat hujan reda. Dan bersama-sama menunggu, menunggu munculnya pelangi yang tidak selalu datang.
Lalu melihat butiran air yang hampir jatuh diujung ranting dan daun, yang memantulkan sinar pelangi, keindahan yang tidak akan dilewatkan siapapun juga.
Tapi hujan di bulan Desember sering mendatangkan badai, Dengan kemampuannya untuk merusak, menghancurkan yang telah ada. Menyapu yang pernah di bangun. Menelan semuanya dalam satu kali waktu. Badai dengan angin kencang, suara menggelegar, dan kilatan petir menakutkan siapa saja yang melihatnya. Badai bisa membuat orang hilang. Badai bisa membuat orang bimbang. Badai bisa, menyesatkan. Dan saya takut badai seperti ini.
Ketika badai datang saat hujan seperti itu, yang dibutuhkan adalah keberanian untuk keluar dan menari di bawah hujan, menghentikan badai dan melawan rasa takut.
Sama seperti yang dilakukan oleh suku di Ethiopia. Menari untuk menghentikan badai dan hujan yang menakutkan. Ya, yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk keluar dan menghadapinya.
Saya juga sedang berusaha keluar, mencoba berani, menari, menghadapi kenyataan.
Melupakan kamu yang pernah ada di beberapa Desember yang lalu.
Menghentikan badai dalam hujan-ku, dengan tarian. Melupakan yang sudah ada.
Hei, kamu! Pegang tanganku. Ayo menari bersama!
Meredakan badai dan hujan, dan melupakan semua yang pernah terjadi (denganmu)….

Published by

wisnu putra danarto

mantan ketua panitia lomba balap karung

Leave a comment